Uang Kembalian - Change Money

>> Friday, January 14, 2011

Sebenernya udah sering mikir – lebih tepatnya sering bingung – tentang uang kembalian yang kita dapet waktu kita blanja di supermarket, swalayan ato minimarket. Misal yang harusnya kita dapet kembalian Rp 150,- tapi karena uang Rp 50,- sekarang udah gak ada, jadi kita cuma dapet Rp 100,- atau ditambah permen. Kalo dipikir-pikir emang aneh. Lah, permen kan bukan uang. Lah, kalo misalnya total blanja kita Rp 1.275,- tapi dibulatkan jadi Rp 1.300,- tapi kalo total harga kita Rp 1.225,- gak dibulatkan ke bawah jadi Rp 1.200,- tapi kita tetep harus bayar Rp 1.300,- jadi tiap blanja kita selalu bayar lebih dong. Well, emang sih, cuman 25, 50, 75 rupiah, tapi kalo dikalikan jumlah pembeli yang blanja. Tapi misalnya dibalik, dibulatkan ke nilai yang menguntungkan pembeli, kita jadi kurang dong bayarnya? Hayooo...

I’ve been wondering – or confusing – about change money system in Indonesia when we shop in supermarket, grocery, or mini market. For example, I should have IDR 150 as change money. But, since it is very difficult now to find IDR 50, so I only get IDR 100 as change money, or IDR 100 + 1 candy. It is strange since we all know that candy is not money. So, everybody who shops in supermarket will have to pay more money than they should be. It is only IDR 25, 50 or 75 per person, but there are so many person shops in supermarket. In other hand, if they reduce the total payment – for example if I should pay IDR 1.225, but they reduce it so I only have to pay IDR 1.200, so they will loss IDR 25, multiplied everybody who shops there.

Ada juga swalayan yang kekurangan pengembalian dialihkan untuk sumbangan amal, ditulis di nota pembayarannya. Err, bukanny sumbangan dan amal itu tergantung niatnya? Emang ada tulisannya di nota, tapi kasirnya gak bilang ke pembeli. Kali aja pembelinya gak kepengen nyumbang. Hayooo....

There are also some supermarkets that give the extra payment for charity. It is written in the bill, but sometimes, the cashiers do not tell the buyer about it. Err, what if the buyers do not want to give charity donation?

Pernah nanya ke kasir di salah satu minimarket yang banyak banget franchise nya itu loh... yang ditanya cuma mesam mesem kecut katanya, habis harganya pecahannya kaya gitu (ada 25, 50, 75 rupiahnya). Hemm.. jadi mikir lagi. Udah jelas-jelas seluruh warga negara Indonesia udah tau kalo uang 25, sama 50 rupiah itu udah susah banget dicari - kecuali buat yang mau nikah dan pengen mas kawinnya pake jumlah uang yang mencapai satuan terkecil, kayaknya gak pada mau susah-susah nyari uang receh senilai 25 dan 50 rupiah deh – lah, kok yang menetapkan harga-harga di swalayan, supermarket dan minimarket itu kok ya pake angka-angka yang susah, kenapa sih gak sekalian dikasi harga yang bulat? Well, mungkin ada itung-itungan yang njelimet melibatkan ongkos produksi, distribusi, dll dll, tapi kok yaaa... daripada ada salah satu pihak yang nggrundel...

I asked to the cashier about it one day, she only gave me a smile and said, it is because the price of the things that contain certain values like IDR 25, 50, 75 which has been very difficult to find nowadays. So I think, since everybody in Indonesia know that there are no more money in that values, why don’t they adjust the price, so there only will be IDR 1.200, without ‘certain values’ that is difficult to find? Well, maybe they have to consider about production cost, distribution, and others, I don’t know but isn’t it will be much easier?
Baca Selanjutnya... (Read More...)

Indonesia..Indonesia...

JAKARTA LUMPUH TOTAL

Ini nih, isi berita-berita yang suka muncul di tv belakangan. Emang dari dulu Jakarta selalu macet deh, paling enak ke Jakarta itu pas lebaran, waktu orang-orang pada mudik, jalanan agak sepi,hehee...

Nah, kalo kata berita yang di tv sih, lumpuhnya transportasi Jakarta itu karena pemerintah tidak bisa menyediakan sarana transportasi massal yang nyaman dan aman sehingga warga Jakarta lebih suka naik kendaraan pribadi.

Err, kalo menurut saya sih, kalo dipikir-pikir, semua semuanya itu selalu punya lebih dari satu sisi yang perlu dicek dan dikoreksi. Kayak misalnya masalah sarana transportasi, kalo kata saya sih, wajar kalo orang-orang gak seneng naek bis kota ato sarana transportasi umum, sama kaya saya. Tapi kadang kalo diperhatikan, yang membuat sarana transportasi umum jadi gak nyaman dan aman ya kadang-kadang kita-kita ini sendiri. Coba deh, liat kalo pas lagi di dalem angkot. Banyak yang dihiasi oleh hasil ‘kreatifitas’ para penumpangnya. Coretan-coretan, jok yang bolong karena disobek-sobek. Bahkan di fasilitas-fasilitas yang baru dibikin, fresh from the oven – walopun bikinnya gak pake oven – kayak halte-halte busway (bukan halte ya namanya. Koridor? Ah, ya pokoknya yang buat nyetop busway deh). Belum sempet koridornya dibuka, udah penuh coretan, udah ada barang-barang yang ilang. Kalo diliat-liat, segala macam bentuk fasilitas umum di Indonesia itu gak ada yang selamat dari tangan-tangan jail. Dari WC umum sampe rel kereta api. Lah,kan...

Oh, bahkan gak cuma fasilitas yang dikasih pemerintah, yang milik kita bersama loh yang dirusak. Tapi fasilitas milik orang lain asal bukan miliknya sendiri. Contoh, di warnet, headset-headset pada dirusakin sama user, monitor juga dirusakin (ini cerita temen saya yang punya warnet). Lah, kalo dipikir, ngapain sih tuh user ngerusakin barang orang. Dia juga blum tentu punya. Plis deh, apa sih untungnya ngrusakin barang orang lain, dan apa ruginya sih ikut menjaga, toh dia juga udah disediain sarana buat akses internet. Apa karena akses internetnya harus bayar? Lah, ya iya lah, bayar, kan yang punya warnet yang punya sarana, lah dia tinggal make aja. Tapi coba liat kalo ada hak miliknya yang terganggu pasti maunya langsung marah-marah. Heran deh... (ups.. jadi esmosi deh..sabar..)

Err, tapi kalo dibalikin lagi kira-kira jawabannya gini, lah, gimana gak mau diambilin fasilitasnya, lah, kita gak pada punya kerjaan, gak pada bisa makan, pemerintah gak ngasih lapangan kerja, mending kita jualin tuh rel kereta. Hemm... yah, sebenernya cari makan lewat mengambil yang bukan haknya kan juga gak baik... lah, situ enak ngomong begitu, emang situ pernah gak bisa makan? #$$%#@@ (baca: semakin dilanjut dialognya bakalan semakin ruwet).

Jadi, kalo kata saya sih, bukan semata-mata salahnya pemerintah. Tapi yang jelas salah kita semua sebagai satu kesatuan warga negara – cieee..bahasa PPKN – yang harusnya bisa menjaga apa yang ada, bukannya mengurangi.. jelas juga ini salahnya yang pada korupsi, yang pada bervandalisme, yang salah menyalurkan kreatifitasnya... jadi intinya ini emang benang ruwet yah?

Tapi kalo kita gak mulai dari diri sendiri, melakukan hal yang benar, trus, siapa yang mau mulai meluruskan keruwetannya?
Baca Selanjutnya... (Read More...)

  © Blogger template Simple n' Sweet by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP